UU baru mengizinkan umat Islam berangkat umrah tanpa biro travel resmi—pelaku usaha travel panik, Komnas Haji khawatir jemaah tersesat, sementara pemerintah menyebut langkah ini justru bentuk perlindungan hukum.
KOSONGSATU.ID—Pemerintah dan DPR RI resmi mengesahkan Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UU PIHU) yang baru. Dalam aturan ini, untuk pertama kalinya umat Islam diizinkan menunaikan umrah secara mandiri, tanpa melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
Kebijakan ini sontak mengguncang industri travel haji dan umrah. Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPP AMPHURI), Zaky Zakaria Anshary, menyebut keputusan ini mengejutkan.
“Bagi ribuan pelaku PPIU yang sudah berinvestasi besar, patuh membayar pajak, dan menyediakan lapangan kerja bagi jutaan orang, keputusan ini seperti petir di siang bolong,” ujarnya, Kamis (23/10).
Zaky menjelaskan, selama ini penyelenggaraan umrah hanya boleh dilakukan badan usaha resmi berizin. Dengan dibukanya peluang umrah mandiri, pasar berpotensi direbut oleh platform besar seperti Traveloka, Agoda, bahkan marketplace asing seperti Nusuk dan Maysan.
“Mereka punya modal besar dan strategi ‘bakar uang’ yang nggak mungkin disaingi travel-travel umat. Kalau dibiarkan, bukan cuma PPIU kecil yang runtuh, tapi juga rantai ekonomi domestik—hotel syariah, katering halal, jasa penerjemah, sampai industri pendukung lokal,” tegasnya.
Ia menambahkan, jamaah umrah mandiri pun berisiko tinggi melakukan kesalahan manasik, kehilangan pembinaan spiritual, bahkan jadi korban penipuan. “Umrah itu ibadah, bukan sekadar wisata. Butuh pendampingan fiqih dan ruhani,” kata Zaky.
Risiko Jemaah Tersesat dan TPPO
Ketua Komnas Haji, Mustolih Siroj, juga menilai praktik umrah mandiri sebaiknya tidak dibuka. Ia mengingatkan, tanpa bimbingan resmi, jamaah berpotensi tersesat di Tanah Suci bahkan menjadi korban perdagangan orang (TPPO).
“Kalau mau melindungi jemaah dan pelaku usaha, idealnya pintu umrah mandiri ditutup,” ujar Mustolih saat menjadi narasumber Forum Legislasi bertema Revisi UU Haji di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Menurutnya, PPIU selama ini berperan penting mengawal jamaah dari manasik sampai kepulangan. “Begitu umrah dilakukan mandiri, siapa yang tanggung jawab kalau jamaah tersesat atau jadi korban penipuan?” tegasnya.
Kemenhaj: Negara Hadir, Bukan Lepas Tangan
Wakil Menteri Haji (Wamenhaj), Dahnil Anzar Simanjuntak, punya pandangan berbeda. Menurutnya, legalisasi umrah mandiri justru merupakan bentuk adaptasi terhadap kebijakan Arab Saudi yang kini membuka sistem perjalanan ibadah secara digital dan terbuka.
“Arab Saudi sudah lama mengizinkan jamaah umrah mandiri. Mau tidak mau kita harus menyesuaikan. Langkah ini justru memperkuat perlindungan hukum,” ujar Dahnil, Jumat (24/10).
Ia menegaskan, selama ini umrah mandiri memang sudah banyak terjadi, tapi tidak punya payung hukum dan sistem perlindungan yang jelas. Dengan adanya UU baru, seluruh aktivitas jamaah akan terintegrasi lewat sistem data nasional yang terhubung langsung dengan aplikasi resmi Arab Saudi, Nusuk.
“Negara tetap hadir. Jemaah umrah mandiri tetap dalam pengawasan dan perlindungan hukum,” kata Dahnil.
Sebagai dasar hukum, Pasal 86 ayat 1 huruf b UU Nomor 14 Tahun 2025 menyebut: “Perjalanan Ibadah Umrah dilakukan melalui PPIU, secara mandiri, atau melalui Menteri.”
Kebijakan ini menandai babak baru dalam penyelenggaraan ibadah umrah di Indonesia—antara kebebasan individu dan tanggung jawab negara menjaga keselamatan warganya di Tanah Suci.***




1 Komentar