Kerja sama BGN dengan Danone untuk Program Makan Bergizi memicu polemik. Ahli gizi Tan Shot Yen menyebut Indonesia terancam kehilangan arah: dari edukasi pangan alami menuju promosi produk instan.

KOSONGSATU.ID — Kerja sama Badan Gizi Nasional (BGN) dengan Danone dalam Program Makan Bergizi (MBG) memantik perdebatan keras di kalangan ahli gizi dan aktivis kesehatan anak. Bagi sebagian pihak, langkah ini dianggap sebagai “formulaisasi” kebijakan gizi nasional yang semestinya berbasis pangan lokal dan edukasi.

Dokter dan ahli gizi Tan Shot Yen termasuk yang paling vokal menentang. Ia menilai kerja sama tersebut menyalahi arah awal MBG. “Bangsa kita tidak butuh susu formula. Bangsa kita butuh edukasi,” ujarnya tegas dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi IX DPR RI, CISDI, GKIA, dan JPPI di Gedung Parlemen, Senayan, Senin (22/9).

Tan menilai kehadiran industri susu formula dalam program negara justru mengikis semangat kemandirian gizi anak Indonesia. “Anak-anak seharusnya mendapat asupan terbaik dari air susu ibu (ASI) hingga usia dua tahun,” katanya. Ia menambahkan, langkah BGN bekerja sama dengan Danone bertentangan dengan peraturan yang membatasi promosi produk formula lanjutan.

“BGN sendiri menandatangani kerja sama dengan Danone. Kita tahu banget, Danone itu perusahaan susu formula,” tegasnya. “Ini berpotensi melanggar undang-undang yang dibuat pemerintah sendiri karena akhirnya memberikan paket MBG berupa formula.”

Penandatanganan nota kesepahaman antara BGN dan PT Sarihusada Generasi Mahardhika—anak usaha Danone Group—berlangsung di Istana Merdeka, Jakarta, pada 28 Mei 2025. Acara itu disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo dan Presiden Prancis Emmanuel Macron.

Kepala BGN Dadan Hindayana menjelaskan, kemitraan tersebut bertujuan menekan angka anemia dan stunting. “Nota kesepahaman ini diharapkan mendukung pemenuhan gizi nasional,” kata Dadan.

Namun di lapangan, kerja sama ini justru menimbulkan kekhawatiran baru: apakah kebijakan gizi Indonesia kini dikendalikan oleh industri makanan ultra-proses? Bagi para pegiat kesehatan masyarakat, inilah tanda bahaya bahwa edukasi gizi bisa tergantikan oleh promosi produk.***