Israel dan Hamas sepakat gencatan senjata di Mesir, Kamis (9/10). Namun, perang dua tahun di Gaza belum pasti berakhir sepenuhnya.
KOSONGSATU.ID — Kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran sandera antara Israel dan Hamas diumumkan Kamis (9/10) di Kairo, Mesir. Perjanjian ini disebut sebagai terobosan besar dalam upaya mengakhiri perang Gaza yang telah berlangsung selama dua tahun—meski belum ada jaminan konflik benar-benar usai.
Yang diklaim sebagai faktor utama di balik kesepakatan ini adalah tekanan langsung Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Ia dilaporkan menekan keras kedua pihak—terutama Israel—untuk menerima rencana perdamaian yang dirancang Gedung Putih.

“Semua sandera akan segera dibebaskan dan Israel akan menarik pasukannya ke garis yang disepakati,” tulis Trump di media sosialnya, Jumat (10/10).
Ia menyebutnya “langkah pertama menuju perdamaian yang kuat, abadi, dan kekal.”
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyambut perjanjian itu sebagai “hari besar bagi Israel”. Kata dia, kabinet akan segera menyetujui perjanjian dan “membawa pulang seluruh sandera tercinta kami.”
Sementara Hamas menyebut kesepakatan itu akan “mengakhiri perang di Gaza” dan menjamin penarikan penuh pasukan Israel serta pembukaan akses bantuan kemanusiaan.
Isi Kesepakatan dan Tekanan Diplomatik
Menurut pejabat yang terlibat dalam negosiasi, sebagaimana dikutip oleh berbagai media internasional, tahap awal kesepakatan mencakup pembebasan 20 sandera yang diyakini masih hidup serta pemulangan 28 jenazah secara bertahap.
Sebagai gantinya, Israel akan membebaskan ratusan tahanan Palestina dan menarik pasukan dari sebagian wilayah Gaza. Bantuan kemanusiaan juga disebut bakal ditingkatkan.
Negosiasi yang difasilitasi Mesir, Qatar, dan Turki ini diwarnai tekanan kuat dari Washington. Trump disebut sempat mengancam “penghancuran total” terhadap Hamas, dan menekan Netanyahu setelah frustrasi dengan lambannya proses gencatan senjata. Ia bahkan dikabarkan berambisi meraih Hadiah Nobel Perdamaian, yang akan diumumkan Jumat (10/10), sehingga mendorong penyelesaian cepat kesepakatan.
Dorongan menuju perdamaian meningkat setelah Israel gagal membunuh pejabat tinggi Hamas di Doha bulan lalu, yang memicu kecaman dari sekutu-sekutu penting AS di kawasan. Trump menilai momentum ini sebagai peluang diplomatik besar bagi dirinya.
Poin-Poin yang Belum Disepakati
Hingga kini, kesepakatan baru mencakup sebagian dari 20 poin rencana perdamaian Trump. Beberapa isu utama masih menggantung—antara lain tuntutan Israel agar Hamas melucuti senjata, batas penarikan pasukan, serta siapa yang akan memerintah Gaza setelah perang berakhir.
Trump menyebut wilayah itu nantinya akan dikelola sementara oleh “komite teknokrat Palestina yang apolitis” sebelum diserahkan kepada Otoritas Palestina. Namun, Netanyahu menolak gagasan tersebut, sementara faksi sayap kanan dalam pemerintahannya menuntut pembangunan kembali permukiman Yahudi di Gaza. Hamas pun menolak melepaskan peran mereka dalam pemerintahan Gaza.




2 Komentar