Warga pemegang sertifikat resmi kalah oleh dokumen peninggalan Belanda, saat Pertamina klaim 534 hektare lahan di Surabaya.
KOSONGSATU.ID — Rakyat Surabaya kini tersandung oleh klaim tanah peninggalan kolonial. Sengketa 534 hektare lahan di tiga kecamatan Surabaya—Wonokromo, Wonocolo, dan Dukuh Pakis—menjadi potret ironis negeri merdeka yang masih dibayangi hukum penjajah.
Sebagian besar warga telah memegang Sertifikat Hak Milik (SHM) dan rutin membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Namun tiba-tiba, Pertamina mengklaim bahwa kawasan itu termasuk dalam “Eigendom Verponding (E.V.) No. 1278”, warisan hukum tanah era Belanda milik perusahaan minyak kolonial Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM), cikal bakal Shell.
Menurut laporan BPN Surabaya I (Antara Jatim, Oktober 2025), sengketa ini kini berada di ranah aset negara. Namun, warga mempertanyakan legalitas klaim tersebut karena hak eigendom seharusnya sudah gugur sejak 1980 berdasarkan UUPA 1960 dan PP No. 24 Tahun 1997, yang mewajibkan konversi semua hak kolonial ke dalam sistem hukum nasional.
Artinya, jika dokumen itu tak pernah dikonversi, maka secara hukum ia sudah tidak berlaku.
Warga Pertanyakan Konversi dan Peta Lama
Pertamina disebut menggunakan peta lama BPM untuk menentukan batas lahan, namun peta itu belum diverifikasi oleh Kementerian ATR/BPN. Akibatnya, batas administratif yang dijadikan dasar klaim tak memiliki kekuatan hukum jelas.
Sementara itu, Pasal 24 ayat (2) PP No. 24/1997 menyebut, warga yang menguasai tanah dengan itikad baik selama lebih dari 20 tahun dapat memperoleh hak milik. “Ini berarti klaim rakyat bukan hanya moral, tetapi juga punya dasar hukum positif,” tulis laporan Pikiran Rakyat Surabaya (Oktober 2025).
Gerakan Syukur Dihalang Birokrasi
Rumah Syukur Layak Huni Shiddiqiyyah yang dibangun oleh Dhilal Berkat Rochmat Allah (DHIBRA)—lembaga filantropi di bawah Thoriqoh Shiddiqiyyah— yang berada di wilayah Dukuh Pakis ikut terdampak. Hasil dari program berbasis gotong royong itu terancam digusur karena adanya klaim sepihak atas lokasi pembangunan.
Tak hanya itu, beberapa majelis taklim dan titik-titik pengajian berskala kecil juga banyak yang terdampak. Akses administrasi diblokir, bahkan sebagian lahan yang telah bersertifikat disebut “tanah negara”.
“Gerakan ini bukan proyek politik atau CSR. Kami hanya ingin rakyat bisa bersyukur dengan cara nyata,” ujar Iwan, salah satu penggerak OPSHID Surabaya.“Membangun rumah itu bukan soal batu, tapi soal martabat.”
Refleksi: Merdeka di Atas Tanah Siapa?
Kasus ini menggugah kesadaran: apakah Indonesia benar-benar merdeka, jika sertifikat rakyat bisa dikalahkan oleh surat penjajah?
Sebagaimana disoroti oleh berbagai media, termasuk Suara Surabaya (Oktober 2025), kasus ini menegaskan perlunya keberpihakan negara pada rakyat kecil dan evaluasi terhadap status lahan eks eigendom yang masih dipakai sebagai dasar hukum.***
Referensi:
- Adies Kadir Siap Kawal Sengketa Tanah 534 Hektare antara Warga dan Pertamina, Times Indonesia, Oktober 2025.
- BPN Surabaya: Sengketa Tanah Eigendom Pertamina di Kementerian, Antara Jatim, Oktober 2025.
- Sengketa Lahan 534 Hektare Warga Surabaya vs Pertamina EV 1278, Pikiran Rakyat Surabaya, Oktober 2025.
- Sengketa Lahan Eigendom Pertamina Membuat Warga Tak Bisa Urus Sertifikat, Suara Surabaya, Oktober 2025.
- Peraturan Konversi Hak Eigendom ke Hak Nasional, UUPA 1960, PP 24/1997.




1 Komentar
Pembukaan UUD 1945 Bahwa Penjajahan diatas diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan