Indonesia menampilkan wajah ganda: Jokowi masuk lingkaran Bloomberg yang terafiliasi Israel, sementara Prabowo berdiri di PBB lantang mendesak dunia akui Palestina.
KOSONGSATU.ID—Di satu sisi, Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, baru saja diumumkan sebagai anggota Dewan Penasihat Global Bloomberg New Economy. Forum elit dunia ini diklaim untuk menjawab tantangan global: perdagangan, teknologi, hingga krisis iklim. Bloomberg menilai Jokowi memperkuat suara Asia Tenggara.

Langkah itu tak bisa lepas dari bayangan kontroversi. Michael Bloomberg, pendiri sekaligus tokoh sentral forum tersebut, tercatat menyumbang lebih dari USD44 juta kepada Palang Merah Israel (Magen David Adom). Organisasi ini punya hubungan erat dengan militer Israel dalam agresinya ke Gaza.
Dana itu bukan sekadar untuk ambulans, tetapi juga menopang logistik perang—menyokong mesin yang telah membunuh lebih dari 60 ribu warga Palestina sejak 2023, termasuk ribuan anak-anak.
Kontrasnya mencolok ketika di saat bersamaan, Presiden Prabowo Subianto berdiri di mimbar tertinggi dunia: Sidang Umum PBB. Ia menyerukan agar Palestina segera diakui sebagai negara merdeka di hadapan para pemimpin dunia. Baginya, solusi dua negara bukan lagi opsi diplomatik, melainkan keharusan moral dan politik.
“Sejarah tidak menunggu,” tegas Prabowo.
Seruan itu bukan basa-basi, melainkan tudingan halus bahwa dunia selama ini terlalu banyak menunda. Prabowo menggambarkan penderitaan yang nyata: kelaparan massal, anak-anak tanpa nutrisi, perempuan kehilangan rumah, hingga kota-kota yang luluh lantak dihantam bom.

Dukungan Dunia pada Palestina
Pidato Prabowo hadir pada momentum krusial. Semakin banyak negara mulai menegaskan sikap mendukung kemerdekaan Palestina. Inggris, Kanada, Australia, dan Spanyol baru-baru ini menyatakan pengakuan resmi. Dukungan itu melengkapi daftar panjang negara-negara Eropa dan Amerika Latin yang sebelumnya sudah mengakui.
Di Asia Tenggara, Brunei Darussalam sejak lama mengakui Palestina. Malaysia selalu vokal dan konsisten mendesak pengakuan internasional. Namun, Singapura memilih berhitung demi kepentingan ekonominya dengan Israel. Posisi Indonesia selama ini cenderung vokal di forum multilateral, tapi tetap belum melangkah ke pengakuan penuh. Pidato Prabowo di PBB adalah sinyal bahwa Indonesia siap melangkah lebih jauh.
Dalam konteks itu, kehadiran Jokowi di meja Bloomberg terkesan sebagai ironi. Ketika dunia bergerak memberi legitimasi pada Palestina, mantan presiden Indonesia justru menerima posisi prestisius di forum yang diasosiasikan dengan pendanaan agresi Israel.
Tinggalkan Balasan