Pidatonya mengguncang PBB, pikirannya melahirkan bangsa-bangsa baru, dan keberaniannya menantang penjajah membuat dunia menaruh hormat pada Presiden pertama Indonesia ini.
KOSONGSATU.ID–Nama Ir. Soekarno melintasi batas bangsa. Ia dicintai rakyat dunia, tapi juga ditakuti para pemimpin negara penjajah. Di Rusia, Turki, Mesir, Meksiko, Maroko, Pakistan, hingga Aljazair, namanya diabadikan menjadi masjid, jalan, taman, bahkan menara.
Apa yang membuatnya begitu besar di mata dunia?
Empat “P” yang Membuat Dunia Bertekuk Lutut
Ketua Dewan Pakar Majelis Pendidikan Kader dan Sumber Daya Insani (MPKSDI) PP Muhammadiyah, Muhammad Amin Abdullah, menyebut Soekarno dihormati dunia karena empat peran besar: proklamator, penggali Pancasila, presiden pertama, dan pembaharu pemikiran Islam.
“Dengan P pertama (proklamator), Bung Karno dikenal dunia sebagai tokoh yang bukan hanya memerdekakan Indonesia, tapi juga mendorong 49 negara di Asia dan Afrika untuk sama-sama merdeka,” ujar Amin Abdullah dalam acara Haul ke-55 Bung Karno yang digelar DPP PDI Perjuangan dan PP Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) di Jakarta, 21 Juni 2025.
Sebagai penggali Pancasila, Bung Karno dikenal sebagai pemikir besar dari Dunia Timur. Pidatonya di Sidang Umum PBB, 30 September 1960, berjudul “To Build the World Anew” mengguncang dunia. Dalam pidato itu, Sukarno menegaskan bahwa PBB telah gagal menciptakan perdamaian dan mendesak agar Pancasila dimasukkan dalam piagam organisasi tersebut.
“Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa diterimanya kelima prinsip itu dan mencantumkannya dalam piagam akan sangat memperkuat organisasi ini,” kata Sukarno kala itu.
Ia bahkan menantang PBB memindahkan markasnya dari New York ke Asia atau Afrika, agar tidak terjebak dalam perang dingin antara Blok Barat dan Timur. Dari gagasan itu lahir Gerakan Non-Blok, posisi netral yang menolak tunduk pada Amerika Serikat maupun Uni Soviet.
“Bangunlah dunia ini kembali! Bangunlah dunia ini kokoh dan kuat dan sehat! Bangunlah suatu dunia di mana semua bangsa hidup dalam damai dan persaudaraan,” seru Soekarno lantang di podium.
Namun sikap keras itu membuat Indonesia sempat keluar dari PBB setelah Malaysia diterima menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan, di tengah konfrontasi kedua negara. Sukarno pun mengumandangkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) untuk memperkuat revolusi Indonesia.
Sebagai presiden pertama, Bung Karno memimpin bangsa besar berpenduduk 90 juta jiwa dengan semangat yang tak padam. Dan sebagai pembaharu pemikiran keislaman, ia mendorong umat Islam meninggalkan taklid buta—beragama dengan rasionalitas dan semangat kemerdekaan berpikir.
“Umat Islam harus memahami Islam dari apinya, bukan dari abunya,” ujar Amin Abdullah.
“Bung Karno dulu menolak istilah sayyid dan khalifah karena semua manusia sederajat. Sekarang istilah itu muncul lagi dalam bentuk habib dan khilafah,” tambahnya.
Tradisi Intelektual dan Geopolitik Progresif
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menambahkan satu peran penting lain: tradisi intelektual Soekarno yang berpadu dengan visi geopolitik maju.
“Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah faktor penentu dalam geopolitik Soekarno yang disebut Progressive Geopolitical Coexistence. Pusat kemajuan Indonesia harus dimulai dari kampus,” ujar Hasto dalam Kuliah Umum di Universitas Tanjungpura, Pontianak, 26 Agustus 2025.
Menurut Hasto, Soekarno membangun diri lewat keunggulan intelektual dan kepercayaan pada kekuatan sendiri. Ia memahami kultur, jati diri bangsa, dan posisi Indonesia dalam peta dunia. Karena itu, pemikirannya menjangkau jauh ke depan.



Tinggalkan Balasan