Ekonomi AS goyah. Pasar kerja negara adidaya ini retak, konsumsi melemah, dan defisit membengkak. Peluang emas bagi negara lain untuk tampil sebagai motor pertumbuhan.
KOSONGSATU.ID—Amerika Serikat, yang selama puluhan tahun menjadi mesin utama perekonomian dunia, sedang goyah. Tanda-tanda pelemahan makin sulit disembunyikan. Pasar tenaga kerja negara ini melemah, konsumen kehilangan keyakinan, dan defisit perdagangan terus membesar.
Sinyal-sinyal itu membuat banyak pihak bertanya: apakah dunia sedang bersiap menghadapi musibah global, atau justru muncul peluang baru bagi negara lain untuk tampil sebagai pusat pertumbuhan?
Pasar Kerja Mulai Retak
Agustus 2025 menjadi bulan penuh kejutan. Data resmi Biro Statistik Tenaga Kerja AS menunjukkan, hanya 22.000 lapangan kerja baru yang tercipta di negara itu. Angka tersebut jauh dari ekspektasi 75.000. Tingkat pengangguran melonjak ke 4,3 persen, tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.
Ekonom Mark Zandi, pada Jumat, 5 September 2025, memperingatkan bahwa Amerika kini berada di “edge of the cliff”—tepi jurang resesi tenaga kerja. Kalimat singkat itu menggambarkan betapa rapuh fondasi ekonomi terbesar dunia.
Pasar Keuangan Panik
Begitu data keluar, pasar langsung bereaksi. Investor berbondong-bondong membeli obligasi pemerintah, membuat yield jatuh ke level terendah sejak 2022. Sebaliknya, indeks saham seperti S&P 500 dan Nasdaq terpeleset—padahal baru saja mencatat rekor.
Situasi ini menambah tekanan pada The Fed. Pasar hampir yakin secara bulat bahwa bank sentral harus memangkas suku bunga. Tetapi, Presiden Donald Trump justru menekan Ketua The Fed Jerome Powell. Trump, pada Sabtu, 6 September 2025, menuduh Powell bergerak terlalu lamban, memperuncing ketegangan antara politik dan kebijakan moneter.
“American Dream” Retak
Tekanan ekonomi tidak hanya terasa di pasar. Survei WSJ–NORC mencatat hanya 25 persen warga Amerika yang masih percaya mereka bisa memperbaiki taraf hidup. Itu angka terendah dalam beberapa dekade.
Keyakinan pada “American Dream”—mitos bahwa setiap orang bisa sukses lewat kerja keras—tampak memudar. Dengan biaya hidup tinggi, utang rumah tangga menumpuk, dan politik yang tak menentu, banyak keluarga kini lebih memilih menahan belanja. Padahal, konsumsi rumah tangga adalah mesin utama ekonomi Amerika.
Tinggalkan Balasan