Peresmian 98 Rumah Syukur di Pesantren Majma’al Bachroin, Jombang, jadi simbol nyata semangat Sumpah Pemuda: membangun bangsa dengan rasa syukur dan kepedulian.

KOSONGSATU.ID — Selasa, 28 Oktober 2025, Pesantren Majma’al Bachroin Chubbul Wathon Minal Iman, Losari-Ploso, Jombang, jadi saksi semangat kebangsaan yang hidup kembali. Di tempat ini, Organisasi Pemuda Shiddiqiyyah (OPSHID) meresmikan rumah-rumah layak huni bagi warga kurang mampu, bertepatan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-97 dan Lahirnya Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.

Acara Tasyakkuran dimulai dengan doa, menyanyikan Indonesia Raya tiga stanza, pembacaan Sumpah Pemuda, dan pemberian santunan kepada anak yatim senilai Rp300.000 per paket. Suasana khidmat bercampur haru terasa saat para penerima rumah menyampaikan rasa syukur mereka.

Alhamdulillah kepada OPSHID dan warga Shiddiqiyyah, saya diberi Rumah Syukur. Semoga Shiddiqiyyah di seluruh dunia berkembang. Saya belum bisa memberi apa-apa selain doa,” ujar Wiji, salah satu penerima program rumah syukur asal Bojonegoro.

Menurut Mulyono, pengurus DPP OPSHID FKYME, program Rumah Syukur yang rutin dilaksanakan setiap tahun adalah wujud nyata kepedulian terhadap sesama. “Ini gambaran betapa banyak saudara-saudara kita yang masih tinggal di rumah yang amat tidak layak,” ujarnya dalam sambutan.

Apresiasi datang dari berbagai pihak, termasuk Bupati Jombang, Warsubi. “Program ini luar biasa karena murni dari para donatur warga Shiddiqiyyah. Mereka membantu sesama dari nol, ini bentuk syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Ibu Shofwatul Ummah dari Forum Shillaturochmi Bersama Organisasi Shiddiqiyyah (FOSHBOSH) menegaskan pentingnya mensyukuri kemerdekaan lewat karya nyata. “Alhamdulillah, kami melaksanakan pembangunan Rumah Syukur Fatchan Mubiina sebanyak 98 unit,” ungkapnya.

Sementara itu, Mursyid Thoriqoh Shiddiqiyyah, Syekh Muchammad Muchtarullahil Mujtaba Mu’thi, menutup acara dengan pitutur kebangsaan yang dalam maknanya. Ia menegaskan bahwa Indonesia bukan negara yang berdiri karena bantuan luar, melainkan hasil cita luhur bangsanya sendiri — sebuah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang lahir dari semangat Sumpah Pemuda.

“Jiwa bangsa Indonesia itu jiwa besar, bukan jiwa kecil. Lahirnya nama ‘Negara Kesatuan’ dari Sumpah Pemuda, dan lahirnya lambang Negara dari lagu kebangsaan Indonesia Raya,” tutur beliau.

Syekh Muchtar juga mengingatkan, Indonesia adalah negara nasional yang berjiwa internasional, sebagaimana tersirat dalam Pembukaan UUD 1945: menghapus penjajahan di dunia dan ikut menertibkan dunia berdasarkan kemerdekaan dan keadilan sosial.

Dari semangat yang menyala tahun 1928 hingga karya nyata di tahun 2025, para pemuda Shiddiqiyyah membuktikan bahwa nasionalisme bukan hanya soal kata-kata. Mereka membangun rumah, tapi sejatinya sedang membangun makna “merdeka” itu sendiri — merdeka untuk peduli, berbagi, dan menyalakan api kemanusiaan.***