Dalam HUT TNI ke-5 tahun 1950, Soekarno menegaskan TNI lahir dari revolusi dan tidak boleh terpisah dari rakyat. Ia menekankan tiga soal penting: peralihan kekuasaan, likuidasi militer Belanda, dan penyesuaian angkatan perang.
KOSONGSATU.ID–Lima tahun setelah proklamasi kemerdekaan, Presiden Soekarno berdiri di podium lapangan upacara HUT TNI di Jakarta. Dengan suara bergetar tapi tegas, Panglima Tertinggi Angkatan Perang itu menyampaikan pesan penting bagi seluruh bangsa: “Tentara Nasional Indonesia adalah hasil terbesar dari revolusi kita.”
Pidato Soekarno kala itu bukan sekadar pesan seremonial ulang tahun. Ia mengingatkan, TNI lahir dari rahim rakyat dan harus terus tumbuh bersama rakyat. Karena itu, tentara tidak boleh berdiri di atas masyarakat, melainkan berjuang di tengah-tengahnya.
Tiga Soal Utama yang Dihadapi TNI
Dalam pidato yang diberitakan harian Fikiran Rakyat edisi 6 Oktober 1950, Soekarno menyoroti tiga persoalan pokok yang dihadapi TNI dan bangsa saat itu.
Pertama, masa peralihan tanggung jawab dari militer Belanda kepada Angkatan Perang Republik Indonesia. Kedua, proses likuidasi alat-alat dan sistem militer peninggalan Belanda. Ketiga, penyesuaian TNI terhadap situasi dan kebutuhan nasional di era pascakemerdekaan.
“Ini adalah tugas yang penting, yang maha penting,” ujar Soekarno tegas. Ia menegaskan bahwa membangun kekuatan tentara tidak cukup hanya dengan senjata, tapi juga dengan semangat dan kesadaran kebangsaan.
Tentara dan Rakyat Tak Terpisahkan
Soekarno menolak pandangan bahwa urusan keamanan semata tanggung jawab militer. Ia menegaskan, keberhasilan TNI bergantung pada partisipasi seluruh rakyat.
“Masyarakat harus turut mengerahkan seluruh tenaga untuk bekerja sama dan saling menghargai,” katanya. Ia mengingatkan bahwa kekuatan bangsa tidak terletak pada jumlah pasukan, melainkan pada persatuan antara tentara dan rakyat.
Penyesuaian dan Pembangunan Angkatan Perang
Presiden Soekarno juga menyoroti perlunya penyesuaian dalam tubuh TNI setelah lima tahun berdiri. Ia menyebut usia lima tahun adalah masa penting untuk menata dan memperkuat fondasi angkatan perang Indonesia.
“Mari kita jadikan ulang tahun ini sebagai awal pembangunan tentara yang lebih baik,” serunya. Soekarno menegaskan, tentara harus belajar dari pengalaman revolusi, tetapi jangan terjebak nostalgia perjuangan masa lalu.
“Lihatlah ke depan,” katanya. “Pengalaman lima tahun ini adalah bekal untuk menghadapi tuntutan zaman.”
Pidato HUT TNI 1950 itu kini menjadi catatan penting sejarah. Soekarno tidak hanya menegaskan peran strategis TNI, tetapi juga menanamkan falsafah dasar hubungan abadi antara tentara dan rakyat: bahwa kekuatan sejati Indonesia tidak ada pada senjata, melainkan pada kesatuan jiwa bangsa.***
Tinggalkan Balasan