Stres, kecemasan, dan lonjakan risiko penyakit jantung membuat Senin jadi hari paling dibenci. Penelitian terbaru mengungkap penyebab biologis dan psikologis di balik fenomena ini.


KOSONGSATU.ID—Banyak orang mengeluh soal betapa menyebalkannya hari Senin. Bukan sekadar karena harus kembali bekerja setelah akhir pekan, ternyata kebencian terhadap hari Senin punya akar yang lebih dalam—baik secara biologis maupun psikologis.

Stres Senin Bukan Mitos, Tapi Fakta Biologis

Penelitian dari Universitas Hong Kong yang diterbitkan di Journal of Affective Disorders pada 17 Juli 2025 mengungkap bahwa orang yang merasa cemas setiap hari Senin memiliki kadar kortisol di rambut mereka hingga 23% lebih tinggi dibandingkan mereka yang merasa cemas di hari lain.

Kortisol adalah hormon stres yang, bila terus meningkat, bisa memicu berbagai gangguan kesehatan seperti hipertensi, gangguan metabolik, dan masalah imun.

Menariknya, lonjakan stres ini tidak hanya terjadi pada orang yang masih bekerja. Studi ini juga menemukan bahwa para pensiunan—yang tidak lagi terikat pada kewajiban kerja—tetap mengalami stres pada hari Senin. Ini menunjukkan bahwa “trauma hari Senin” telah tertanam dalam budaya dan ritme hidup masyarakat modern. (Sumber: Eurekalert.org, 17 Juli 2025)

Senin: Hari Paling Berbahaya untuk Jantung

Selain memicu stres, hari Senin juga terbukti memiliki risiko kesehatan yang serius.

Data dari The Daily Telegraph Australia (17 Juli 2025) menunjukkan bahwa risiko serangan jantung meningkat sekitar 19–20% pada hari Senin dibanding hari lainnya.

Hal ini terjadi karena kombinasi antara stres emosional, tekanan kerja, dan lonjakan hormon stres setelah akhir pekan yang santai.

Fenomena “Sunday Scaries” Menjelang Senin

Minggu malam pun tak luput dari efek Senin. Istilah “Sunday Scaries” digunakan untuk menggambarkan perasaan cemas yang muncul di malam Minggu karena membayangkan stres hari Senin.

Survei global yang dilakukan oleh Kickresume pada 2023 menemukan bahwa 70% pekerja mengalami kecemasan Minggu malam, bahkan 39% di antaranya pernah mengambil cuti karena tekanan psikologis yang mereka rasakan menjelang hari Senin.

Menurut FastCompany.com, kecemasan ini biasanya disebabkan oleh beban kerja yang belum selesai, jadwal rapat yang padat, atau lingkungan kerja yang tidak nyaman.

Gen Z yang Paling Terpukul

Generasi Z, yang lahir setelah tahun 1995, ternyata paling rentan mengalami dampak emosional dari “Sunday Scaries”. Data dari Resume.io (2024) menunjukkan bahwa sekitar 14% Gen Z mengalami kecemasan menjelang Senin setiap minggu, dan hampir 18,4% mempertimbangkan untuk resign karena efek ini.

Menurut Wikipedia, kondisi ini disebut sebagai bentuk anticipatory anxiety—kecemasan yang muncul bukan karena peristiwa nyata, tetapi karena pikiran tentang apa yang akan terjadi. (Sumber: Wikipedia – Sunday Scaries)

Jet Lag Sosial dan Ritme Tidur yang Terganggu

Riset dari New York Post (17 Juli 2025) menunjukkan bahwa pola tidur yang berubah saat akhir pekan menyebabkan “jet lag sosial”. Orang cenderung tidur lebih larut dan bangun lebih siang pada Sabtu-Minggu, lalu kembali harus bangun pagi pada hari Senin. Perubahan mendadak ini menyebabkan tubuh merasa seperti sedang mengalami perbedaan zona waktu—yang memicu kelelahan, mood rendah, dan gangguan konsentrasi.

Jadi, Apa Solusinya?

Para ahli menyarankan beberapa langkah untuk meminimalisasi efek Senin:

  • Tidur konsisten, bahkan di akhir pekan.
  • Lakukan persiapan Minggu malam, seperti membuat daftar kerja atau menyiapkan pakaian dan perlengkapan esok hari.
  • Luangkan waktu santai, seperti meditasi ringan atau jalan sore untuk meredam kecemasan.
  • Jangan bawa pekerjaan ke akhir pekan, demi menjaga batas antara kerja dan istirahat.

Hari Senin memang tak bisa dihindari, tapi dengan memahami akar masalahnya—dari stres hormon hingga tekanan budaya kerja—kita bisa mencari cara agar Senin tak lagi terasa seburuk itu.

Karena sesungguhnya, yang membuat Senin menyakitkan bukan hanya pekerjaan… tapi cara kita menjalaninya.***