Aktivis moderasi beragama Islah Bahrawi menilai kasus Xpose Uncensored Trans7 bukan sekadar blunder editorial, tapi bagian dari operasi ideologis yang terstruktur.

KOSONGSATU.ID–Direktur Jaringan Moderat Indonesia (JMI), Islah Bahrawi, menilai kontroversi tayangan Xpose Uncensored di Trans7 bukan sekadar kesalahan teknis. Ia menyebut ada pola lama yang secara sistematis berupaya mendiskreditkan pesantren dan Nahdlatul Ulama (NU).

“Trans7 ini sejak tahun 2014 sudah nyeleneh. Saya tenaga ahli di Densus 88 selama enam tahun, saya tahu persis bagaimana gesturnya Trans7 ketika melakukan operasi-operasi itu lewat tayangan-tayangan,” ujar Islah dalam tayangan kanal YouTube TVNU, dikutip Jumat (17/10).

Menurutnya, penghinaan terhadap pesantren bukan peristiwa tunggal. Islah menyebut, serangan semacam ini adalah bagian dari agenda panjang yang menargetkan lembaga keagamaan tradisional di Indonesia. “Sejak era Resolusi Jihad, pesantren dinilai menjadi benteng perlawanan terhadap gerakan yang mengancam keutuhan negara,” ujarnya.

Ia juga menyoroti pola siaran Trans7 dalam beberapa tahun terakhir, terutama program keagamaan seperti Khazanah yang, menurutnya, sering menampilkan isu yang justru memperkuat narasi kelompok transnasional. “Saya sudah perhatikan. Khazanah Trans7 itu juga selalu mengamplifikasi agenda Hizbut Tahrir maupun Ikhwanul Muslimin,” jelasnya.

Bagi Islah, rangkaian ini menunjukkan adanya operasi ideologis yang lebih besar. “Upaya mendiskreditkan pesantren dan kiai adalah bagian dari operasi untuk meruntuhkan Nahdlatul Ulama. Itu harus disadari,” tegasnya.

Said Aqil: “Ada Sindikasi Jahat Anti-Pesantren”

Sebelumnya, mantan Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj, juga menduga ada sindikasi jahat anti-Islam di balik narasi pelecehan pesantren oleh program Xpose. Ketua Umum Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) itu menilai tayangan Trans7 bertajuk “Santrinya minum susu aja kudu jongkok, emang gini kehidupan di pondok?” telah merendahkan martabat santri dan kiai.

“Mereka berusaha menghilangkan peran pesantren, pimpinannya, serta umat Islam yang telah berjasa pada kemerdekaan Indonesia,” kata Said di Jakarta, Selasa (14/10).

Menurutnya, LPOI mensinyalir adanya upaya pembunuhan karakter (character assassination) yang dilakukan secara terstruktur dan sistematis terhadap pesantren. Ia mengingatkan, pembiaran terhadap tindakan semacam ini bisa memicu kegaduhan berkepanjangan.

“Negara harus hadir dan tegas melindungi pesantren dan ekosistemnya. Jangan biarkan pelakunya berhenti diproses hanya karena sudah minta maaf,” tegasnya.

Said juga mengingatkan bahwa pesantren punya jasa besar dalam perjalanan bangsa—sejak sebelum kemerdekaan hingga kini. Ia menyebut ada lebih dari 24 ribu pesantren aktif yang menjadi kekuatan sosial nyata. “Budaya penghormatan kepada guru dan sopan santun bukan hal naif. Dari situlah lahir kepatuhan sosial yang menopang stabilitas nasional,” katanya.

Menurut Yai Said, jika bangsa kehilangan budaya sopan santun dan adab, maka akan mudah terkoyak oleh provokasi. Ia pun mengimbau umat tidak terprovokasi dan tetap mewaspadai gerakan terstruktur kelompok pembenci pesantren. “Kelompok ini akan terus bermanuver dengan sindikasi jahatnya. Karena itu, umat harus waspada dan negara wajib hadir,” tutupnya.***