Sejarawan NU mendiang Agus Sunyoto pernah menegaskan G30S/PKI tak pernah ada. Tragedi terjadi 1 Oktober 1965. Sementara Situs Ndalem Pojok minta 30 September diperingati sebagai hari bahagia, saat Pancasila menggema di PBB.
KOSONGSATU.ID —Sejarawan Nahdlatul Ulama (NU), almarhum Agus Sunyoto, pernah menegaskan bahwa peristiwa Gerakan 30 September (G30S/PKI) sejatinya tidak pernah ada. Menurut Agus, tragedi yang melibatkan penculikan dan pembunuhan jenderal TNI terjadi pada 1 Oktober 1965.
“G30S/PKI itu bohong. Jenderal-jenderal tidak dibunuh tanggal 30. Tanggal 30 September itu tidak ada peristiwa apa-apa. Jenderal-jenderal diculik 1 Oktober, dibunuh dini hari,” kata Agus saat Sekolah Sejarah PMII Purworejo di Pendopo Balai Desa Somongari, Kaligesing, Senin, 2 Oktober 2017.
Penulis Atlas Walisongo itu menekankan, catatan resmi ABRI menunjukkan penculikan dan pembunuhan perwira terjadi sekitar pukul 05.00 WIB, 1 Oktober 1965. “Itu sebabnya Soekarno menyebutnya Gestok (Gerakan 1 Oktober),” ujarnya.
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3440813/original/049747000_1619503405-KH-Agus-Sunyoto.jpg)
Agus menilai pemerintah keliru mengibarkan bendera setengah tiang setiap 30 September. “Lah wong 30 September itu tidak terjadi apa-apa, kok upacara. Justru 1 Oktober malah dijadikan Hari Kesaktian Pancasila. Ini peristiwa diputar balik,” tegasnya.
Ia menyerukan pelurusan sejarah agar generasi mendatang tidak terkecoh. Agus juga menyinggung banyak sejarah nasional yang dikaburkan, termasuk klaim Raffles atas penulisan The History of Java.
Aktivis Lesbumi Kediri, Nur Habib, menambahkan pihaknya pernah mengusulkan 1 Oktober sebagai hari berkabung nasional. Usulan itu dikirim Lesbumi NU kepada Presiden Joko Widodo pada 2022.
Soekarno Gunakan Istilah Gestok
Presiden Soekarno sejak awal menolak istilah Gestapu. Dalam sidang kabinet 9 Oktober 1965, ia memilih istilah Gestok—Gerakan 1 Oktober—dan menyebut peristiwa itu “complete overrompeling” atau penyerbuan sempurna terhadap dirinya.
Dalam pidato Nawaksara dan Pelengkap Nawaksara, Soekarno menyebut tragedi 1965 dipicu tiga faktor: pimpinan PKI yang keblinger, subversi neokolim, dan adanya oknum yang tidak benar. Namun MPRS menolak pidato pertanggungjawaban itu. Melalui TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967, Soekarno dicabut kekuasaannya.
Puluhan tahun kemudian, tuduhan pengkhianatan terhadap Bung Karno diluruskan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional melalui Keppres Nomor 83/TK/2012.
Tinggalkan Balasan