Dari Ayam Tiren Jadi Harapan Hidup

Sehari-harinya Sumar Sahid bekerja sebagai peternak lele. Karena tak sanggup membeli pakan, ia memanfaatkan ayam mati mendadak (tiren) dari warga sekitar untuk dijadikan pakan ternak. Dari situ, ia membuktikan bahwa keterbatasan bisa diubah menjadi penghidupan.

“Ternak lele sudah dari tahun 2000. Sempat berhenti, ganti kambing, puyuh, menthog, semua gagal. Akhirnya kembali ke lele,” ceritanya.

Kini hasil panen tak selalu stabil, tapi semangatnya tetap nyala. Ia masih berjuang memberi nafkah di tengah kondisi fisik yang tak lagi kuat setelah patah tulang. Supiyatun pun sejak tiga tahun terakhir menderita sakit lutut yang membuatnya sulit berdiri lama.

Namun pasangan itu tak menyerah. “Secara normal sehat, walau sebenarnya sakit. Tapi ya alhamdulillah,” ucap Sumar pelan.

Menanam Syukur, Memetik Keteguhan

Mereka memiliki dua anak: Tamyiz Masruri (34), tukang plafon yang telah berkeluarga, dan Riza Ainur Rohma (26) yang kini tinggal di Purwokerto bersama suaminya. Meski hidup sederhana, pendidikan anak-anak tetap mereka perjuangkan.

“Yang penting pendidikannya anak bisa berjalan bagus. Kita selalu bersyukur,” ujar Sumar. “Ibarat menangis darah, kalau kondisinya begini ya disyukuri.”

Kini, di atas pondasi baru itu, tumbuh rumah yang bukan sekadar tempat tinggal—melainkan wujud nyata dari doa panjang dan ketabahan hidup. Rumah yang menjadi pemupuk rasa syukur di tengah derasnya ujian hidup.***