Di balik jualan nasi kucing dan ayam lamongan yang sederhana, Isti Winarni (41) menyimpan kisah perjuangan luar biasa demi suami yang sakit dan rumah yang layak untuk keluarganya.
KOSONGSATU.ID—Setiap pagi di Desa Canan, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten, aroma ayam goreng dan nasi kucing buatan Isti Winarni menemani warga yang berangkat kerja. Namun tak banyak yang tahu, di balik senyum ramahnya, ada beban berat yang ia pikul sendirian.
Suaminya, Bambang, sudah lama menderita stroke dan tak lagi bisa bekerja. Sejak itu, Isti menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga. Hasil jualan makanan keliling ia tabung sedikit demi sedikit untuk biaya pengobatan suami dan menabung harapan: suatu hari keluarganya bisa punya rumah yang layak.

Dari Lapak Sederhana Menuju Rumah Harapan
Perjuangan Ibu Isti menggetarkan hati banyak orang, termasuk para pemuda dari Dewan Pimpinan Daerah Organisasi Pemuda Shiddiqiyyah Front Ketuhanan Yang Maha Esa (DPD OPSHID FKMYE) Klaten, Jawa Tengah. Dalam rangka memperingati 97 tahun Sumpah Pemuda dan lahirnya Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, mereka memilih keluarga Isti sebagai penerima program Rumah Syukur Layak Huni Shiddiqiyyah Fatchan Mubina (RSLHSFM).
“Alhamdulillah, salah satu doa saya terkabul melalui Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu yang hadir di sini,” ucap Bambang, dengan mata berkaca-kaca saat peletakan batu pertama rumah barunya.
Rumah itu akan dibangun dari nol hingga selesai seratus persen secara gratis. Semua kebutuhan material, tenaga kerja, hingga konsumsi ditanggung bersama oleh OPSHID dan warga Shiddiqiyyah setempat.
Ketua DPD OPSHID FKMYE Klaten, Mar’atus Sholihah alias Tutus, mengajak masyarakat untuk ikut mendukung perjuangan keluarga ini.
“Mari dukung perjuangan Ibu Isti! Mari bantu keluarga kecil ini agar bisa bangkit dan kembali memiliki harapan,” ujarnya.
Pembangunan Masih Berjalan
Dua minggu sejak dimulai, pembangunan rumah Ibu Isti telah mencapai sekitar 20 persen. Pekerjaan yang sedang berjalan meliputi pemasangan dinding, kusen boven, pembuatan sumur, septic tank, dan saluran air limbah.
Meski progres berjalan baik, proyek sempat terkendala dana untuk pembelian material bangunan. Namun semangat gotong royong tetap menjadi bahan bakar utama.
“Walau terkendala dana, kami tetap berusaha sekuat tenaga agar rumah ini segera selesai dan bisa ditempati,” ungkap Mar’atus Sholihah.
Rumah Syukur Layak Huni ini bukan sekadar bangunan. Ia adalah simbol harapan, hasil dari tangan-tangan yang percaya bahwa gotong royong bisa mengubah hidup seseorang.***
Tinggalkan Balasan