Di sebuah balai kecil di Darmo Hill, Surabaya, akhir September lalu, puluhan warga berkumpul merencanakan aksi menuntut keadilan atas tanah yang sudah mereka tempati, bayar pajaknya, dan rawat selama puluhan tahun — tapi tiba-tiba diklaim milik Pertamina.

KOSONGSATU.ID—Selasa malam, 30 September 2025. Waktu menunjukkan pukul 18.40 WIB ketika pertemuan di Balai RT Darmo Hill dimulai. Hadir Lurah Dukuh Pakis Andreas, anggota Komisi C DPRD Surabaya Josiah, pengacara warga Tito, Aji dari Pakis Tirtosari, serta perwakilan dari Darmo Park dan Pakis Argosari.

Media cetak dan elektronik turut hadir, mencatat jalannya pertemuan yang penuh emosi dan argumen hukum.

Kasus ini bermula dari klaim PT Pertamina atas lahan eigendom 1278 — yang ironisnya mencakup tanah-tanah warga berstatus SHM dan SHGB sah terbitan BPN.

Menurut Josiah, laporan warga telah ia terima sejak Februari. Ia mengaku sempat menemui Kepala BPN Surabaya waktu itu, Kartono. Dan Kartono, kata dia, menyatakan tidak ada masalah hukum dalam sertifikasi lahan. “Masalahnya, notaris-notaris tak ada yang berani memproses,” kata Josiah.

Ia menceritakan upayanya mendatangi Kementerian BUMN dan Danantara, lembaga pengelola aset negara. Namun, saran yang diterima justru mengherankan: warga diminta menggugat.

“Saya tolak. Yang mengklaim itu Pertamina, bukan warga,” tegas Josiah.

Josiah dijadwalkan kembali ke Jakarta 8–11 Oktober untuk menemui Kementerian ATR/BPN, Danantara, dan Komisi II DPR RI, dan meminta perwakilan warga yang memahami persoalan ikut mendampingi.

Lurah Dukuh Pakis Andreas menegaskan bahwa posisi hukum warga jauh lebih kuat. “Kalau mereka merasa punya alas hak, biar mereka yang menggugat. Warga punya surat sah dan resmi,” ujarnya.

Ia menyarankan agar setiap warga mengirim surat langsung ke ATR/BPN pusat agar suara mereka terdengar lebih keras.

Warga Surabaya yang terdampak sengketa tanah dengan Pertamina menggelar aksi unjuk rasa di Kantor BPN Surabaya, Senin (10/11). – KosongSatuID/Rizki Hikmawan

Eigendom 1278: Bayangan Penjajah di Atas Sertifikat Rakyat

Masalah ini mengakar dari masa lama. Aji, salah satu Ketua RT di Pakis Tirtosari, menjelaskan bahwa sejak program PRONA tahun 2010, pengurusan sertifikat berjalan lancar. Hingga tiba-tiba muncul kembali klaim atas dasar “eigendom 1278”.

Padahal, kata dia, Keputusan Kepala Badan tanggal 27 Juli 1959 sudah menyatakan eigendom itu menjadi tanah negara, dan Pertamina tidak pernah menindaklanjuti haknya ketika diberi kesempatan pada 24 September 1980.

Blokir yang diterapkan BPN atas lahan-lahan warga dianggap tanpa dasar hukum. “BPN digaji rakyat, tapi rakyat malah dicekik,” sindir Welly dari Darmo Park.

Dari sisi warga Pakis Argosari, Taufik menegaskan pentingnya klarifikasi tertulis dari ATR/BPN pusat, bukan sekadar lisan. “Kalau cuma statement, 10 tahun lagi bisa muncul lagi klaim serupa,” ujarnya.

Usulan aksi massa pun muncul, namun Josiah meminta warga menunggu hasil kunjungannya ke Jakarta. Ia mengingatkan, “Demo boleh, tapi harus murni dari warga yang lahannya terdampak. Jangan ada penumpang.”

Pertemuan di Gedung Srijaya: Suara Rakyat Menembus Tembok Birokrasi

Dua pekan kemudian, 15 Oktober 2025, warga kembali berkumpul di Gedung Srijaya, Surabaya. Pertemuan ini menjadi forum terbuka antara warga dan pejabat lintas lembaga: Anggota DPR RI Adis Kadir, Ketua Komisi D DPRD Surabaya Adam Anwar, Kepala BPN I Surabaya Budi, Wakil Wali Kota Armuji, serta sejumlah anggota Komisi C dan Komisi D DPRD Kota.

Dalam forum itu, Muklis, mewakili warga, menuntut agar BPN menghapus status eigendom dan mengakui sertifikat resmi warga. “BPN tidak bisa mengingkari produknya sendiri,” katanya lantang.

Armuji menegaskan, Pemkot Surabaya mendukung penuh perjuangan warga dan meminta BPN lebih berani memutuskan: “SHM dan SHGB tidak boleh diutak-atik lagi. Semua argumen Pertamina sudah gugur saat pertemuan di Jakarta,” tegasnya.

Dari Senayan, Adis Kadir menjanjikan dukungan politik. “Saya hadir bukan hanya sebagai anggota DPR, tapi juga warga terdampak. Rumah orang tua saya pun masuk dalam klaim Pertamina,” ujarnya.

Ia menilai tindakan Pertamina tidak sesuai dengan semangat Land Reform Asta Cita Presiden Prabowo, yang justru bertujuan memberi kepastian tanah kepada rakyat.

BPN Diminta Hentikan Blokir dan Kembalikan Hak Warga

Dalam forum tersebut, Ketua Komisi II DPR RI Rifki berjanji memfasilitasi hearing langsung dengan Dirjen ATR/BPN Nusron Wahid dan Panitia Khusus Agraria DPR RI.

“Warga yang punya alas hak tidak boleh diganggu oleh BUMN mana pun,” tegasnya.

Dukungan juga datang dari Ketua Komisi VI DPR RI Anggi, yang meminta warga segera mengirim surat audiensi resmi ke Senayan.

Sementara itu, Kepala BPN I Surabaya Budi menyampaikan bahwa koordinasi sudah dilakukan dengan BPK, MA, Wagub Emil Dardak, dan kementerian terkait. Namun, hingga kini blokir atas tanah warga belum dicabut.

Menuju Jakarta: Suara Warga yang Tak Akan Diam

Pertemuan di Gedung Srijaya menjadi titik balik. Tiga perwakilan warga dari Pakis Argosari — Santoso, Sisman, dan Taufik — telah ditunjuk untuk ikut Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI di Jakarta pada 17 November 2025.

Insya Allah kami berangkat untuk menyampaikan langsung aspirasi warga. Doakan kami,” ujar salah satu perwakilan dengan nada mantap.

Bagi warga Surabaya Barat, perjuangan ini bukan sekadar mempertahankan tanah. Ini adalah perlawanan terhadap sejarah yang belum selesai — tentang rakyat yang menolak menjadi tamu di tanah yang mereka rawat, bayar pajaknya, dan warisi dari generasi ke generasi.***