Pertemuan di Gedung Srijaya: Suara Rakyat Menembus Tembok Birokrasi
Dua pekan kemudian, 15 Oktober 2025, warga kembali berkumpul di Gedung Srijaya, Surabaya. Pertemuan ini menjadi forum terbuka antara warga dan pejabat lintas lembaga: Anggota DPR RI Adis Kadir, Ketua Komisi D DPRD Surabaya Adam Anwar, Kepala BPN I Surabaya Budi, Wakil Wali Kota Armuji, serta sejumlah anggota Komisi C dan Komisi D DPRD Kota.
Dalam forum itu, Muklis, mewakili warga, menuntut agar BPN menghapus status eigendom dan mengakui sertifikat resmi warga. “BPN tidak bisa mengingkari produknya sendiri,” katanya lantang.
Armuji menegaskan, Pemkot Surabaya mendukung penuh perjuangan warga dan meminta BPN lebih berani memutuskan: “SHM dan SHGB tidak boleh diutak-atik lagi. Semua argumen Pertamina sudah gugur saat pertemuan di Jakarta,” tegasnya.
Dari Senayan, Adis Kadir menjanjikan dukungan politik. “Saya hadir bukan hanya sebagai anggota DPR, tapi juga warga terdampak. Rumah orang tua saya pun masuk dalam klaim Pertamina,” ujarnya.
Ia menilai tindakan Pertamina tidak sesuai dengan semangat Land Reform Asta Cita Presiden Prabowo, yang justru bertujuan memberi kepastian tanah kepada rakyat.
BPN Diminta Hentikan Blokir dan Kembalikan Hak Warga
Dalam forum tersebut, Ketua Komisi II DPR RI Rifki berjanji memfasilitasi hearing langsung dengan Dirjen ATR/BPN Nusron Wahid dan Panitia Khusus Agraria DPR RI.
“Warga yang punya alas hak tidak boleh diganggu oleh BUMN mana pun,” tegasnya.
Dukungan juga datang dari Ketua Komisi VI DPR RI Anggi, yang meminta warga segera mengirim surat audiensi resmi ke Senayan.
Sementara itu, Kepala BPN I Surabaya Budi menyampaikan bahwa koordinasi sudah dilakukan dengan BPK, MA, Wagub Emil Dardak, dan kementerian terkait. Namun, hingga kini blokir atas tanah warga belum dicabut.
Menuju Jakarta: Suara Warga yang Tak Akan Diam
Pertemuan di Gedung Srijaya menjadi titik balik. Tiga perwakilan warga dari Pakis Argosari — Santoso, Sisman, dan Taufik — telah ditunjuk untuk ikut Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI di Jakarta pada 17 November 2025.
“Insya Allah kami berangkat untuk menyampaikan langsung aspirasi warga. Doakan kami,” ujar salah satu perwakilan dengan nada mantap.
Bagi warga Surabaya Barat, perjuangan ini bukan sekadar mempertahankan tanah. Ini adalah perlawanan terhadap sejarah yang belum selesai — tentang rakyat yang menolak menjadi tamu di tanah yang mereka rawat, bayar pajaknya, dan warisi dari generasi ke generasi.***




0 Komentar