Barat Menulis, Timur Dilupakan
Kenapa begitu? Karena sejarah bukan hanya tentang masa lalu, tapi juga tentang kekuasaan. Siapa yang menulis sejarah, dialah yang menguasai masa depan.
Eropa menulis dunia dari sudut pandangnya, dan dunia pun percaya. Selama kolonialisme, bukan hanya rempah dan emas yang dijarah, tapi juga kebanggaan intelektual bangsa-bangsa Timur.
Ilmu, manuskrip, filosofi, bahkan cara berpikir kita—semuanya dikemas ulang menjadi “modernitas”. Maka tak heran jika hingga kini kita menganggap sains itu Barat, rasionalitas itu Barat, dan kemajuan itu berarti menjadi seperti Barat.
Kita, Pewaris yang Harus Menulis Ulang Sejarah
Kini, saat dunia mulai melihat ulang arah sejarah, kita perlu sadar: kemajuan bukan milik satu sisi bumi saja. Timur tidak pernah ketinggalan—hanya terlupakan.
Dan kita, sebagai pewarisnya, punya tanggung jawab untuk menyalakan kembali lentera yang dulu menerangi dunia. Kita tidak sedang menuntut pengakuan, kita sedang menagih keseimbangan.
“Peradaban bukan garis lurus dari Eropa ke dunia, tapi jaringan cahaya yang pernah menyala dari Samarkand hingga Borobudur, dari Nalanda hingga Baghdad, dari Luoyang hingga Majapahit.”
Selama kita masih percaya bahwa peradaban Timur hanyalah catatan kaki dari sejarah Barat, kita akan terus berdiri di bawah bayangan orang lain.
Tapi saat kita mulai menulis ulang cerita kita sendiri, saat itulah dunia akan sadar: bahwa Timur tidak pernah tertinggal—karena kitalah yang lebih dulu menerangi.***
Tinggalkan Balasan