Ketika Islam Menjadi Pusat Sains Dunia
Kita sering mengira ilmu pengetahuan lahir di laboratorium Eropa, padahal fondasinya dibangun di Baghdad, Cordoba, dan Samarkand. Di masa ketika Eropa masih tenggelam dalam dogma, ilmuwan Muslim menyalakan lentera rasionalitas.
Al-Khwarizmi menulis al-jabr, cikal bakal aljabar dan algoritma—tulang punggung komputer yang kita gunakan hari ini. Ibnu Sina menyusun Canon of Medicine, buku kedokteran yang menjadi kitab suci universitas Eropa selama enam abad.
Para astronom Muslim mengoreksi teori Ptolemy dan menghitung gerak planet dengan akurasi yang baru dipahami Galileo berabad-abad kemudian.
Namun, nama-nama itu jarang kita dengar. Dunia modern lebih suka mengingat penemunya, bukan sumbernya.
India: Tempat Nol Menjadi Segalanya
Lihatlah India. Dari sanalah lahir angka nol—konsep kecil yang mengubah segalanya.
Tanpa nol, tak ada komputer, tak ada kalkulator, bahkan sistem ekonomi modern tak akan pernah lahir.
Namun di sekolah, kita diajari bahwa angka itu “Arab”, padahal Arab mendapatkannya dari India.
India juga menulis filsafat kesadaran dan logika rasional jauh sebelum Socrates dan Descartes mengucap, “Aku berpikir, maka aku ada.” Manusia di sana telah merenungi hubungan antara pikiran dan alam semesta, antara yang fana dan yang abadi.
Tapi dunia Barat lebih memilih mencatat Plato dan menutup mata pada Nyaya, Vedanta, dan Sushruta Samhita—kitab kedokteran yang sudah membahas operasi ribuan tahun sebelum Hippocrates lahir.
Tinggalkan Balasan