Peringatan Sang Mursyid: Membangun Indonesia bukan Membangun di Indonesia

Kerusakan akobat pembangunan ekonomi melalui pertambangan yang ini sebenarnya sudah pernah diperingatkan oleh Mursyid Tarekat Shiddiqiyah, Syekh Muchtarullohil Mujtaba Mu’thi, langsung kepada Presiden Prabowo—ketika dia mencalonkan diri dalam kontestasi Pemilihan Presiden 2019.

“Indonesia butuh pemimpin yang bisa memimpin pembangunan Indonesia, tidak membutuhkan pemimpin yang membangun di Indonesia.”

Demikian pesan Sang Mursyid pada Capres Prabowo pada 24 Februari 2019.

Prabowo Subianto ketika menjadi Capres 2019 bersilaturahmi dengan Mursyid Tarekat Shiddiqiyyah, Syekh Muchtarullohil Mujtaba Mu’thi, dan mendapat pesan penting tentang “membangun Indonesia”. | Dok. Shiddiqiyyah

Menurut Sang Mursyid, pembangunan Indonesia berarti membangun segala aspek di dalamnya, termasuk pendidikannya, perekonomiannya, keamanannya, sumber daya manusianya dan alamnya.

Selain itu juga meningkatkan, memperbesar Indonesia, sehingga yang merasakan manfaatnya adalah rakyat Indonesia. Dari yang awalnya kecil, bisa menjadi Indonesia Raya. Itulah awal dari kejayaan Indonesia.

Sedangkan membangun di Indonesia berarti membangun bukan untuk kepentingan Indonesia. Hanya membangun untuk kepentingan dirinya maupun golongannya sendiri.

Melakukan proyek untuk mengeruk, mengeksploitasi, dan menjual apa yang ada di Indonesia kepada pihak asing, tanpa ada keuntungan yang masuk untuk bumiputra.

Dengan adanya tambahan “di”, maka itu adalah pembangunan yang dilakukan di atas bumi Indonesia tapi keuntungannya bukan untuk Indonesia, sementara rakyat Indonesia dipaksa menjadi pelayan bagi asing di negeri sendiri. Apabila ini dilakukan terus menerus, maka kehancuran Indonesia akan segera tiba.

Ketika hukum masih jauh dari keadilan, ekonomi jauh dari pemerataan, kepemimpinan jauh dari pengayoman, politik jauh dari keteraturan, dan ilmu jauh dari kearifan, sejatinya  dan pembangunan nasional gagal dan Bangsa Indonesia belum merdeka.

Di tengah situasi seperti ini, kira-kira apa Pak Presiden Prabowo Subianto masih ingat pesan tersebut?*