Ketua Komnas HAM Anis Hidayah. – Istimewa

Ia lalu menyebut satu per satu bab kelam yang menandai era itu — peristiwa 1965–1966, penembakan misterius, Talangsari, Tanjung Priok, hingga DOM Aceh. Semua, tegasnya, telah disimpulkan Komnas HAM sebagai pelanggaran HAM berat sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

“Penetapan Soeharto sebagai pahlawan melukai para korban pelanggaran HAM berat dan keluarga mereka yang masih menuntut haknya sampai hari ini,” ujarnya. “Dan tentu saja, tidak bisa serta-merta memberi impunitas atas kejahatan kemanusiaan yang pernah terjadi.”

Dalam catatan Komnas HAM, kerusuhan Mei 1998 termasuk salah satu dari 12 peristiwa pelanggaran HAM berat yang telah diakui pemerintah. Penyelidikan 2003 menyimpulkan adanya kejahatan terhadap kemanusiaan — pembunuhan, penyiksaan, perampasan kemerdekaan, hingga kekerasan seksual.

Pada 2023, Presiden Joko Widodo telah menyatakan penyesalan dan pengakuan atas peristiwa-peristiwa itu. Namun bagi banyak korban, penyesalan tidak selalu berarti penyelesaian.

Anis mengingatkan, gelar Pahlawan Nasional bukan sekadar penghormatan, tetapi warisan moral yang membentuk cara generasi mendefinisikan keadilan dan kemanusiaan.

“Pemerintah harus berhati-hati,” ujarnya, “karena gelar itu akan menjadi teladan bagi anak bangsa.”

Keheningan di Tengah Riuh

Sehari setelah pengumuman dari Istana, sorotan publik beralih ke Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai. Ketika dimintai tanggapan oleh wartawan di lobi Kementerian HAM, Jakarta, Selasa (11/11/2025), Pigai memilih diam.

“Begini, pemberian penghargaan pahlawan kepada Pak Harto — saya Menteri Hak Asasi Manusia, saya no comment, titik,” ujarnya singkat.

Menteri HAM Natalius Pigai. – Dok. Kompas.com

Keheningan Pigai menjadi gema tersendiri di tengah hiruk-pikuk perdebatan. Sebagian menilai sikapnya sebagai bentuk kehati-hatian politik, sementara yang lain membaca diamnya sebagai tanda dilema moral — antara loyalitas pada pemerintah dan nurani keadilan yang ia wakili.

Sebab di satu sisi, negara telah mengakui dan menyesali dua belas peristiwa pelanggaran HAM berat pada 2023; namun di sisi lain, kini negara justru memberikan penghormatan tertinggi kepada sosok yang dianggap bertanggung jawab atas sebagian sejarah kelam itu.***