- Menolak federalisme bentukan Belanda.
- Mempertahankan Irian Barat di forum diplomatik.
- Menjadi penghubung sah antara Papua dan republik.
- Memberi dasar legitimasi historis bagi Trikora.
Keputusan sederhana namun tegas itu menjadikannya arsitek moral integrasi Papua. Ia menunjukkan bahwa loyalitas bukan upacara, melainkan keberanian memilih sisi sejarah yang benar.
Pahlawan dari Timur
Sejak 2021, Pemerintah Kota Tidore dan Pemprov Maluku Utara berulang kali mengusulkan nama Sultan Zainal Abidin Syah sebagai pahlawan nasional. Baru pada 2025, Presiden Prabowo Subianto menandatangani Keppres No. 116/TK/2025 yang menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional bidang Perjuangan Politik dan Diplomasi.
Penghargaan itu bukan hanya milik pribadi, tetapi pengakuan atas suara wilayah timur dalam sejarah nasional — bahwa Maluku Utara, Tidore, dan Papua adalah jantung keindonesiaan yang tak pernah berhenti berdetak.
Warisan yang Hidup
Warisan Sultan Zainal Abidin bukan monumen, melainkan kesadaran. Bahwa Indonesia berdiri bukan karena satu ras, satu bahasa, atau satu pulau, melainkan karena keyakinan yang sama: merdeka bersama.
Di Tidore, kisahnya diceritakan dengan hormat — tentang sultan yang menyerahkan mahkota demi republik.
Dan di Papua, namanya hidup sebagai janji yang ditepati: integrasi yang lahir bukan dari perang, tetapi dari kesetiaan seorang pemimpin dari utara Maluku.***




Tinggalkan Balasan