Deschooling: Membongkar Pikiran yang Tersekolahkan
Illich memperingatkan bahwa “membubarkan sekolah” bukan berarti meniadakan pendidikan, melainkan membongkar cara berpikir sekolah—sebuah mentalitas yang membuat manusia percaya bahwa hanya dengan sertifikat seseorang dianggap cerdas dan sah secara sosial.
“Pendidikan sejati,” tulisnya, “tidak dapat diproduksi secara massal. Ia tumbuh dari rasa ingin tahu, dari kebebasan untuk gagal, dari dialog antargenerasi.”
Dalam konteks Indonesia, pesan ini terasa mendesak. Bayangkan pembelajaran yang hidup dari pengalaman warga, dari alam, dari komunitas: matematika dari sawah, etika dari masyarakat adat, sejarah dari pelaku sejarah.
Sekolah tetap bisa ada, tetapi harus kembali pada hakikatnya: bukan pabrik manusia seragam, melainkan simpul kehidupan tempat manusia belajar menjadi manusia.
Mengembalikan Belajar kepada Hidup
Kini, dunia pendidikan global sedang meninjau ulang arti “sekolah”. Pandemi dan kemajuan digital memaksa kita bertanya ulang: apa yang disebut belajar? apa yang disebut guru? apa yang disebut cerdas?
Buku Deschooling Society bukan sekadar kritik terhadap lembaga pendidikan, melainkan seruan moral agar kita mengembalikan belajar kepada kehidupan itu sendiri.
Illich menulis untuk masa depan yang belum sepenuhnya tiba: sebuah dunia di mana manusia tak berhenti menjadi murid — bagi dirinya, bagi sesamanya, dan bagi kehidupan yang terus mengajar tanpa kelas.***
Tinggalkan Balasan