Ia dijuluki “Napoleon der Bataks” karena kecerdikan militernya. Kini, lebih seabad setelah wafat, Tuan Rondahaim Saragih Garingging resmi diakui negara sebagai Pahlawan Nasional 2025.
KOSONGSATU.ID–Nama Tuan Rondahaim Saragih Garingging (1828–1891) hidup abadi di tanah Simalungun, Sumatera Utara. Sebagai Raja Raya ke-XIV Kerajaan Raya, Rondahaim memimpin Partuanan Raya — konfederasi kerajaan adat — di tengah ekspansi kolonial Belanda pada abad ke-19. Julukan “Napoleon der Bataks” muncul dari catatan kolonial yang menggambarkannya sebagai pemimpin yang licin, taktis, dan tak mudah ditaklukkan.
Ketika Belanda mulai memperluas pengaruh melalui perjanjian dan tekanan politik, Rondahaim menolak tunduk. Ia menilai kebijakan kolonial sebagai ancaman terhadap kedaulatan adat. “Kalau dibilang tanpa senjata, itu ada buktinya meriam,” kata sejarawan Sarmedi Purba, dikutip dari Detik, tahun 2024. Ia menjelaskan bahwa peninggalan senjata perang Rondahaim masih tersimpan di Kodim Simalungun.
Perang dan Strategi Gerilya
Puncak perjuangan Rondahaim terjadi pada 1889–1891, saat Belanda membuka lahan tembakau dan kopi tanpa izin kerajaan. Tanah adat dirampas, tenaga rakyat dieksploitasi. Rondahaim bangkit memimpin perlawanan. Ia melatih pasukan adat, menjalin aliansi dengan kerajaan sekitar, bahkan mengundang tokoh seperti Sisingamangaraja XII dan Teuku Muhammad dari Aceh untuk menyusun strategi perang.
Taktik gerilya menjadi andalannya. Hutan dan pegunungan Simalungun dijadikan benteng alami. Dari balik semak, pasukannya menyerang konvoi Belanda lalu lenyap ke dalam kabut. Di Gunung Simarsopah, ia bahkan memerintahkan pembakaran ladang dan penebangan pohon untuk menghalangi laju musuh. Kawasan itu kini dikenal sebagai Pangolatan, dari kata golat yang berarti menghadang.
Simbol Kedaulatan dan Martabat
Rondahaim bukan hanya seorang pejuang, tapi juga simbol kedaulatan adat. Ia menolak menjual tanah leluhur demi “modernisasi” kolonial. Selama hidupnya, Belanda tak pernah berhasil menaklukkan Partuanan Raya. Baru setelah ia wafat pada 1891, kekuasaan lokal itu jatuh pada 1901 di bawah putranya, Tuan Kapoltakan Saragih Garingging.
Atas jasa dan keteguhan mempertahankan tanah Simalungun, pemerintah Indonesia menganugerahkan Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama pada 13 Agustus 1999. Dua puluh enam tahun kemudian, pengakuan tertinggi datang: melalui Keputusan Presiden Nomor 116/TK/Tahun 2025, Tuan Rondahaim Saragih Garingging resmi ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional — pejuang dari utara yang menjaga marwah bangsanya hingga akhir hayat.***




Tinggalkan Balasan